Selama puluhan tahun, pemukiman warga Desa Karangligar selalu terendam banjir. Dampak kesehatan muncul, mulai dari masalah kulit, demam, batuk, hingga pilek. Persoalan psikologis seperti trauma, juga menghantui warga Karangligar saat hujan mulai turun. Belum ada solusi konkrit dari Pemda Karawang atas persoalan banjir laten di Desa Karangligar.
Karawang, Wartacana.com – Anom (50 tahun), sudah tinggal di dusun Kampek, desa Karangligar Karawang sejak 1970an. Selama masa kecil di Dusun Kampek, Anom tidak pernah merasakan banjir sekalipun.
Barulah pada 2007 sampai sekarang, daerah yang ditempati Anom menjadi kawasan langganan banjir. Bahkan dalam setahun, dusun tempat Anom tinggai bisa tiga kali banjir dalam setahun.
Perempuan yang berprofesi sebagai wirausaha itu, masih mengingat jelas, tahun 2021 menjadi banjir terparah di Desa Karangligar. Banjir tersebut menenggalamkan banyak dusun termasuk dusun Kampek. Tinggi banjir mencapai 5 meter.
Saat itu, Anom dan keluarganya harus mengungsi ke dusun lain. Mereka sampai harus mengontrak rumah selama hampir satu bulan. Pasalnya banjir saat itu baru surut setelah 3 minggu.
Banjir itu juga meyenbabkan persoalan kesehatan bagi Anom dan suaminya. Mereka mengalami penyakit kulit karena dihinggapi kutu air.
Setiap tahun mereka harus menghadapi banjir. Bukan saja rumahnya yang tenggelam, usaha Anom juga terganggu. Sehari-hari Anom menjajakan makanan di depan rumahnya.
“Setiap kali hujan deras, kami harus cepat-cepat menyelamatkan barang-barang berharga, tetapi tetap saja sering kebanjiran,” ungkap Anom dengan nada lirih kepada Redaksi Wartacana.com.
Selain itu, Anom sering merasakan trauma jika hujan turun lebat. Jika hujannya malam, Anom dan keluarganya sampai tidak tidur. Karena khawatir banjir merendam rumahnya, tanpa sempat mengungsi.
Mereka juga selalu merencanakan kontrakan murah mana yang akan dijadikan tempat pengungsian. Pasalnya, seringkali ketika banjir berlangsung, harga sewa kontrakan untuk mengungsi, dinaikkan pemilik kontrakan.
“Banjir yang telah menjadi bencana tahunan ini, tidak hanya merusak harta benda dan mengganggu kehidupan sehari-hari. Tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi warga,” katanya.
Trauma akibat banjir tidak hanya dirasakan oleh orang dewasa, seperti Anom. Anak-anak desa Karangligar ikut terimbas dampak banjir. Seringkali mereka ketakutan setiap kali hujan mulai turun. Kondisi ini berlangsung selama bertahun-tahun dan dapat mengganggu perkembangan psikologi anak-anak di sana.
Padahal ketika Anom kecil, dirinya tidak pernah merasa khawatir tinggal di dusun Kampek, meskipun hujan turun deras. “Sekarang kita selalu was-was kalau hujan, tidak bisa tidur nyenyak,” ujar Anom.
Karena sudah menjadi hal yang terus berulang, Anom dan warga dusun membangun tempat di bawah atap rumah sebagai loteng. Tujuannya ketika hujan datang, mereka memiliki tempat untuk menyimpan barang-barang berharga sebelum banjir semakin tinggi.
“Coba neng tanya saja ke warga-warga sini, pasti setiap rumah punya loteng kayak saya,” kata Anom sambil menunjuk loteng rumahnya.
Pendil, Ketua Karang Taruna Desa Karangligar mengatakan bahwa beberapa tahun ini desanya langganan banjir setiap tahun. Menurut Pendil, banjir diakibatkan karena rendahnya posisi desa tersebut.
Menurutnya ada dua dusun di Desa Karangligar yang menjadi langganan banjir, yaitu dusun Kampek dan dusun Pangasinan. Banjir di dua dusun itu, terjadi akibat imbas dari luapan dua aliran sungai, yaitu sungai Cibeet dan Citarum.
Apalagi ketika intensitas hujan sedang tinggi, resapan air yang kurang, menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. “Bahkan ketika intensitas curah hujan tidak tinggi sekalipun, dua dusun itu selalu terendam banjir,” kata Pendil kepada Redaksi Wartacana.com.
Perbandingan Desa Karangligar antara tahun 2014-2021
Kepala Desa Karangligar, Ersim Gendo menuturkan salah satu penyebab lain dari bencana banjir di kawasannya, karena pengeboran minyak yang dilakukan PT Pertamina (Persero).
Pengeboran yang dilakukan perusahaan plat merah itu gencar terjadi sejak tahun 2015. Awalnya ada tujuh titik pengobaran. Belakangan dua titik berhenti beroperasi. “Sekarang tinggal 5 titik, yang dua itu sudah nggak berfungsi,” kata Ersim saat menunjukkan beberapa titik pengeboran Pertamina kepada Redaksi Wartacana.com.
Untuk mengatasi masalah banjir, kata Ersim, pemerintah desa sudah berkonsultasi ke Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Bupati Karawang. Tahun lalu, Bupati Karawang Aep Syaepuloh sempat mendatangi desa Karangligar.
Lalu tahun ini, Ersim dan Bappeda sudah melakukan tanda tangan dan kesepkatan. Isinya, yaitu rencana pembangunan bendungan untuk menampung air ketika hujan.
Berdasarkan pantauan Redaksi Wartacana.com, belum ada tanda-tanda ada pembangunan. Masalah lain yang muncul dari rencana pembangunan tersebut adlaah, belum adanya uang ganti rugi atas lahan warga.
Sebenarnya Desa Karangligar sudah memiliki semacam benteng, untuk menahan air dari luapan dari Sungai Cibeet dan Citarum. Dengan harapa, luapan tidak masuk ke dusun. Sayangnya, menurut pantauan Redaksi Wartacana.com, tinggi benteng tersebut hanya 70 cm.
Faktanya, dengan ketinggian tersebut, tetap saja tidak bisa menahan luapan air dari Sungai. Ketika berkunjung ke lokasi benteng, Redaksi Wartacana.com sampai harus menggulung celana, karena titik sekitar benteng masih terendam air.
“Yah itu (tinggi benteng yang rendah), dibuat supaya bisa ada akses jalan untuk mempermudah warga melintas ketika banjir,” dalil Ersim, 22 Mei lalu.
Dosen Komunikasi Kebencanaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Singaperbangsa Karawang, Ema mengamini bahwa Desa Karangligar adalah klawasan langganan bajir di Karawang. ““Untuk bencana banjir di Karangligar memang ini sangat memprihatinkan. Setiap tahun banjir,” ujarnya kepada Redaksi Wartacana.com.
Menurutnya, harus ada tanggung jawab yang penuh terhadap persoalan itu, melalui Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). “Jadi ada Undang-Undang khusus tentang Komunikasi Mitigasi Bencana sesuai dengan bidang yang saya kaji. Bagaimana konsep Komunikasi Mitigasi Bencana ini bisa diterapkan sebagai kesiapsiagaan,” ujarnya.
Berdasarkan hasil riset, kata Ema, sebelum banjir harusnya warga mendapat informasi untuk memberi kepastian. Dengan begitu warga siap siaga ketika banjir mulai terjadi.
“Hal-hal apa yang harus disiapkan ketika banjir datang. Jadi kesiapsiagaan diperlukan sebagai sebuah pengambilan keputusan. Dari informasi banjir itu instansi maupun BPBD menyampaikan kepala desa yang nanti disampaikan kepada warganya,” ujarnya.
Lalu pada tahap terjadi banjir, pihak BPBD sudah mempersiapkan informasi yang harus disampaikan ke aparat desa. Untuk diterukan ke warga.
“Jadi pra bencana, bencana dan pasca bencana juga harus disampaikan apa hal-hal yang perlu dilakukan warga. Paling tidak bisa mengurangi kerugian materil, ataupun mengantisipasi kerugian fisik,” Ema menjelaskan.
Menurutnya, penerapan sistem kesiapsiagaan ataupun mitigasi dari pra bencana, bencana dan pasca bencana sangat penting khususnya di daerah rawan bencana seperti Desa Karangligar. “Sehingga masyarakat bisa tenang ketika menjalankan maupun menghadapi bencana dan tidak traumatis,” ujarnya.
Penulis:
- Khoirunnisa Fauziyyah
- Laras Titiyani
- Putri Jasmin Silvia
I just could not depart your website before suggesting that I extremely enjoyed the standard information a person provide for your visitors? Is going to be back often in order to check up on new posts
I think you have observed some very interesting points, thankyou for the post.
I’ve read several good stuff here. Definitely worth bookmarking for revisiting. I wonder how much effort you put to create such a fantastic informative website.